Menurut Sunnah Rasulullah saw, orang-tua diwajibkan berlaku adil kepada 
anak-anaknya didalam memberi hibah (hadiah) dengan sama rata, tidak ada 
perbedaan antara anak yang satu dengan anak yang lain.
Berikut ini diantara dalil-dalilnya:
Telah berkata Jabir: Isteri Basyir pernah berkata (kepada Basyir): 
Berikanlah hamba itu kepada anakku, dan jadikanlah Rasulullah saw 
saksiku. Kemudian ia datang kepada Rasulullah dan berkata: Bahwa 
perempuan anak si fulan (isterinya) telah minta kepada saya, supaya saya
 memberi hamba saya kepada anaknya. Maka Rasulullah bertanya: “Apakah 
dia mempunyai saudara?”. Ia menjawab: Ya, ada. Kemudian beliau bertanya 
(lagi): “Adakah mereka semua engkau beri sebagaimana engkau memberi 
kepadanya?”. Ia menjawab: Tidak. Maka beliau bersabda: “Tidak patut ini,
 dan aku tidak suka menjadi saksi melainkan atas kebenaran.”. (HSR. Muslim dan Abu Dawud).
Hadits seperti ini ada pula diriwayatkan Imam Ahmad dari Nu’man bin 
Basyir dengan lafadz lain yaitu Rasulullah saw bersabda kepada Basyir 
sebagai berikut:
“Engkau jangan menjadikan aku saksi atas kedzaliman. Sesungguhnya 
anak-anakmu mempunyai hak kepadamu, yaitu engkau berbuat adil di antara 
mereka.”
Dan ada lagi hadits seperti berikut:
Telah berkata Nu’man bin Basyir: Nabi saw pernah bersabda: “Hendaklah
 engkau berlaku adil di antara anak-anakmu; hendaklah engkau berlaku 
adil di antara anak-anakmu; hendaklah engkau berlaku adil di antara 
anak-anakmu”. (HSR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i).
Dan ada pula hadits yang artinya,
Telah berkata Nu’man bin Basyir: Ayahanda saya pernah pergi dengan 
membawa saya kepada Rasulullah saw, kemudian ia berkata: Ya, Rasulullah,
 saya mengharap supaya Rasulullah menyaksikan bahwa saya telah memberi 
Nu’man sekian dan sekian dari harta saya. Maka beliau bersabda: “Adakah 
engkau beri kepada anak-anakmu sebagaimana engkau telah memberi kepada 
Nu’man?”. ia menjawab: Tidak. Kemudian beliau bersabda: “Maka 
saksikanlah perkara ini kepada lain daripadaku”. Kemudian bersabda pula:
 “Adakah menyenangkan engkau jika mereka itu sama rata berbuat kebaktian
 (kepadamu)?”. Ia menjawab: Ya. Maka beliau bersabda: “Kalau begitu maka
 janganlah (berat sebelah)”. (HSR. Muslim).
Dari hadits diatas, Rasulullah saw menerangkan kepada kita bahwa 
orang tua itu wajib berlaku adil kepada anak-anaknya berhubungan dengan 
pemberian harta benda.
Kalau orang tua tidak berlaku adil, misalnya kepada seorang atau 
sebagian anak diberi harta benda dan anak yang lainnya tidak, maka ia 
telah berdosa, karena perbuatan itu dinamakan “jaur” (kemaksiatan) oleh 
Nabi saw. Dan kedzaliman itu adalah perbuatan yang tidak dianggap 
sebagai hak oleh Nabi saw. Dengan begitu, pemberian yang tidak adil itu 
hukumnya batal, tidak sah.
Begitu pula menurut fatwa Imam Bukhari, Thawus, Tsauri, Ahmad bin Hambal, Ishaq dan sebagian ulama-ulama madzhab Maliki.
Sesudah kita mengetahui akan kebathilannya pemberian yang tidak adil
 itu, lalu apakah orang tua berkewajiban menarik kembali pemberian yang 
sudah terlanjur kepada sebagian anaknya itu?
Berikut ini adalah dalil yang memperkenankan orang tua untuk meminta kembali pemberiannya kepada anaknya:
Telah berkata Ibnu Umar dan Ibnu Abbas: Bahwa Nabi saw pernah 
bersabda: “Tidak halal bagi seseorang yang memberi satu pemberian, 
kemudian ia minta kembali, melainkan orang tua tentang pemberiannya 
kepada anaknya. Dan orang yang memberi pemberian (kepada orang lain), 
kemudian minta kembali, itu seperti anjing yang makan sehingga apabila 
kenyang, muntahlah ia, kemudian menjilatlah ia akan muntahnya”. (HSR. Tirmidzi, Abu Dawud, Nasa’ie, Ibnu Hibban, Hakim).
Telah diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir: Bahwa ayahnya 
membawanya kepada Rasulullah saw, kemudian ayahku berkata: Sesungguhnya 
saya telah memberikan seorang hamba saya kepada anak saya ini. Maka 
Rasulullah saw bersabda: “Apakah semua anakmu telah engkau beri seperti 
ini ?”. Menjawabkah ia: Tidak. Kemudian beliau bersabda: “Tariklah 
kembali pemberian itu”.  (HSR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
Setelah Rasulullah saw memerintahkan dia menarik kembali pemberiannya yang tidak adil itu, dia terus saja menarik kembali.
Telah berkata Aamir: Saya pernah mendengar dari Nu’man bin 
Basyir, ketika itu dia berada di mimbar sambil berkata: Ayahanda saya 
telah memberi saya satu pemberian, kemudian berkata (ibu saya), ‘Amrah 
binti Rawaahah: Saya tidak rela sehingga engkau mempersaksikan hal itu 
kepada Rasulullah saw, kemudian (ayahanda saya) datang kepada Rasulullah
 saw sambil berkata: Bahwa saya telah memberikan satu pemberian kepada 
anak saya yang dari ‘Amrah binti Rawaahah, kemudian dia menyuruh saya 
mempersaksikan kepada Rasulullah. Maka bersabdalah beliau: “Adakah 
engkau telah memberi kepada sekalian anak-anakmu sebagaimana pemberianmu
 kepada anak ini ?”. Dia menjawab: Belum. Bersabda beliau: “Takutkah 
kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak-anakmu”. Kemudian dia 
kembali dan menarik kembali akan pemberiannya.  (HSR. Bukhari dan Muslim).
Mengenai hadits tentang bolehnya melebihkan kepada anak perempuan sebagaimana riwayat dibawah ini,
 
Telah
 berkata Ibnu Abbas: Bahwa Nabi saw pernah bersabda: “Ratakanlah 
diantara anak-anakmu di dalam hal pemberian. Jikalau saya boleh 
melebihkan (daripada seorang), tentu saya melebihkan orang perempuan”. 
Telah berkata Imam al-Hafidz Ibnu Hajar di Fathul Barie juz 5 hal. 
135 terhadap hadits ini: Hadits ini baik, tetapi dilemahkan oleh Imam 
Ibnu Ma’ien, Nasa’ie, Ibnu ‘Adie, adz-Dzahabi dan lain-lain daripada 
penganjur-penganjur ulama-ulama Ahli Hadits, sebab pada isnadnya 
terdapat seorang yang lemah, yaitu Sa’ied bin Yusuf. Maka dengan 
demikian hadits tersebut tidak dapat dipakai.
Menurut pendapat Moh Ma’sum (penulis risalah ini), anak lelaki bisa 
menerima dua bagian dari anak perempuan dengan beralasan kepada ayat 
al-Qur’an berikut:
“Allah wajibkan kamu tentang (pembagian harta) kepada anak-anak, 
yaitu seorang anak laki-laki mendapat bagian dua anak perempuan”.  (QS. an-Nisa’: 11).
oleh: Moh. Ma’sum
Sumber: Di Sini 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar