Jumat, 27 Juli 2012

Dialog Ulama Wahhabi VS Anak Bau Kencur?!! (bag. 2)

Abu Hamzah

(bag. 2)

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah, Allah memberi kesempatan kepada saya untuk merampungkan bagian kedua ini. Kita lanjutkan dengan bagian Kelima:

Saudara saya yang disebut -atau yang menamakan dirinya- anak bau kencur itu menceritakan bahwa Abu Hamzah megucapkan: “Bid’ah dalam beribadah adalah membuat cara-cara baru dalam ibadah yang belum pernah diajarkan pada masa Rasulullah saw, seperti membaca sholawat yang disusun oleh kalangan ulama shufi, berdoa dengan doa-doa yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw dan sahabat dan berdzikir secara keras dan bersama-sama sehabis shalat berjamaah.”

Mendengar pernyataan ini, seorang peserta yang masih belum selesai S1 di STAIN Jember bertanya kepada Abu Hamzah, “Kalau bapak mendefinisikan bid’ah seperti itu, kami punya tiga pertanyaan berkaitan dengan konsep bid’ah yang Anda sampaikan.

Pertama, bagaimana dengan redaksi shalawat yang disusun oleh Sayyidina Ali, Ibnu Mas’ud, Imam al-Syafi’i dan lain-lain, yang jelas-jelas tidak ada contohnya dalam hadits Rasulullah saw. Beranikah Anda mengatakan bahwa dengan sholawat yang mereka susun, berarti Sayyidina Ali, Ibnu Mas’ud, Imam al-Syafi’i itu termasuk ahli bid’ah?

***

Saya katakan: Secara umum kutipan ini benar, tetapi perlu saya jelaskan bahwa selama saya berdakwah tidak pernah saya langsung menjadikan dzikir dengan suara keras sehabis shalat berjama’ah itu sebagai contoh bid’ah –meskipun memang demikian pendapat yang rajih, jika itu dengan cara jama’i dan terus menerus-. Saya dalam hal ini senantiasa menirukan ucapan imam Syafi’i rahimahullah bahwa yang mustahab atau sunnah setelah shalat berjama’ah adalah dzikir sendiri-sendiri secara sirri, kecuali jika imam ingin mengajarkan atau memberitahukan kepada jama’ah apa yang dia baca maka ia mengeraskan hingga mereka faham lalu kembali sirri. Perhatikan ucapan Imam Syafi’i berikut terutama yang warna biru dan bergaris bawah (berikut terjemahannya):

الأم – (ج 1 / ص 150)

باب كلام الامام وجلوسه بعد السلام

…… عن أم سلمة زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم من صلاته قام النساء حين يقضى تسليمه ومكث النبي صلى الله عليه وسلم في مكانه يسيرا ….

…..عن عباس قال كنت: أعرف انقضاء صلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم بالتكبير ……..عن أبى الزبير أنه سمع عبد الله بن الزبير يقول كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم من صلاته يقول بصوته الاعلى ” لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شئ قدير ولا حول ولا قوة إلا بالله ولا نعبد إلا إياه له النعمة وله الفضل وله الثناء الحسن لا إله إلا الله مخلصين له الدين ولو كره الكافرون “

(قال الشافعي) وهذا من المباح للامام وغير المأموم قال: وأى إمام ذكر الله بما وصفت جهرا أو سرا أو بغيره فحسن واختيار للامام والمأموم أن يذكر الله بعد الانصراف من الصلاة ويخفيان الذكر إلا أن يكون إماما يجب أن يتعلم منه فيجهر حتى يرى أنه قد تعلم منه ثم يسر فإن الله عزوجل يقول ” ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها ” يعنى والله تعالى أعلم الدعاء ولا تجهر ترفع ولا تخافت حتى لا تسمع نفسك وأحسب ما روى ابن الزبير من تهليل النبي صلى الله عليه وسلم وما روى ابن عباس من تكبيره كما رويناه (قال الشافعي) وأحسبه إنما جهر قليلا ليتعلم الناس منه ذلك لان عامة الروايات التى كتبناها مع هذا وغيرها ليس يذكر فيها بعد التسليم ]

الأم – (ج 1 / ص 151)

[ تهليل ولا تكبير وقد يذكر أنه ذكر بعد الصلاة بما وصفت ويذكر انصرافه بلا ذكر وذكرت أم سلمة مكثه ولم يذكر جهرا وأحسبه لم يكث إلا ليذكر ذكرا غير جهر فإن قال قائل ومثل ماذا؟ قلت مثل أنه صلى على المنبر يكون قيامه وركوعه عليه وتقهقر حتى يسجد على الارض وأكثر عمره لم يصل عليه ولكنه فيما أرى أحب أن يعلم من لم يكن يراه ممن بعد عنه كيف القيام والركوع والرفع يعلمهم أن في ذلك كله سعة واستحب أن يذكر الامام الله شيئا في مجلسه قدر ما يتقدم من انصرف من النساء قليلا كما قالت أم سلمة ثم يقوم وإن قام قبل ذلك أو جلس أطول من ذلك فلا شئ عليه وللمأموم أن ينصرف إذا قضى الامام السلام قبل قيام الامام وأن يؤخر ذلك حتى ينصرف بعد انصراف الامام أو معه أحب إلى له وأستحب للمصلى منفردا وللمأموم أن يطيل الذكر بعد الصلاة ويكثر الدعاء رجاء الاجابة بعد المكتوبة.



"….imam mana saja yang berdzikir kepada Allah dengan apa yang telah saya jelaskan, dengan suara keras atau pelan, atau dengan lainnya maka baik. Pilihan (yang baik) untuk imam dan makmum adalah berdzikir kepada Allah sehabis shalat dan menyamarkan dzikir, kecuali jika seorang imam yang wajib (para jama'ah) belajar darinya maka ia mengeraskan hingga yakin bahwa jama'ah telah belajar darinya kemudian (kembali) menyamarkan. …..Saya kira beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengeraskan sedikit agar manusia mempelajari hal itu…… saya kira beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak duduk kecuali untuk berdzikir dengan dzikir yang tidak keras….Saya menganjurkan kepada orang yang shalat, baik sendirian maupun makmum agar memperpanjang dzikir sehabis shalat dan memperbanyak doa dengan harapan diijabahi setelah shalat fardhu." (Al-Umm, 1/150)

Baiklah, sekarang kita bahas dulu pengertian dan pembagaian bid'ah secara singkat, agar kita bisa memahami masalah ini dengan benar:

Bid'ah secara bahasa adalah membuat hal baru tanpa ada contoh sebelumnya. Hal baru ini ada yang hasanah (baik) dan ada yang sayyiah (buruk). Persis sebagaimana sunnah, secara bahasa sunnah adalah thariqah dan sirah (jalan atau cara yang ditempuh), maka secara bahasa, ada sunnah hasanah dan ada sunnah sayyiah, ada sunnah Nabi dan ada sunnah selain Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Namun secara istilah yang dimaksud dengan sunnah adalah sunnah Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan yang dimaksud dengan bid'ah adalah hal baru yang menyalahi Sunnah Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Oleh karena itu secara istilah, setiap sunnah itu hasanah dan setiap bid'ah itu sayyiah. Dalam hal ini Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallambersabda:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي ،عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

"Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus (mendapat petunjuk) dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya setiap hal baru itu bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat dan setiap yang sesat itu di neraka." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih) [Abu Dawud, no. 4607, Tirmidzi no. 2676]

Al-Imam al-Syafi’i, seorang mujtahid pendiri madzhab al-Syafi’i menggunakan kata sunnah secara bahasa -saat beliau mengungkapkan sikapnya kepada sebagian ahli bid’ah (ahli ahwa`)- beliau berkata:

سُنَّتِي فِيهِ سُنَّةُ عُمَرَ فِي صَبِيغٍ

“Sunnahku (caraku) terhadap orang itu adalah sunnah Umar (cara Umar) terhadap Shabigh (yaitu dipukul dengan pelepah kurma dan diarak di kota serta diasingkan).”



Al-Imam al-Syafi’i juga menerangkan pembagian bid’ah menurut bahasa sebagai berikut:

اَلْمُحْدَثَاتُ من الأمور ضَرْبَانِ: مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أو أثراً أَوْ إِجْمَاعًا فهذه بِدْعَةُ ضَّلالَةِ وَمَا أُحْدِثَ من الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ. .قد قال عمر في قيام رمضان: “نعمت البدعة هذه “.)) (الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، ١/٤٦٩).



“Muhdatsat (hal-hal baru) dalam perkara-perkara itu ada dua macam; pertama, sesuatu yang baru yang menyalahi al-Qur’an atau Sunnah atau atsar atau Ijma’, maka ini adalah bid’ah dhalalah (tersesat). Kedua, sesuatu yang baru diadakan dari kebaikan yang tidak menyalahi sedikitpun dari hal itu (al-Qur’an, Sunnah, atsar dan Ijma’) maka ia adalah muhdatsah yang tidak tercela. Umar ra telah berkata tentang qiyam Ramadhan: sebaik-baik bid’ah adalah ini” (Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, 1/469).

***

Membuat hal baru ini ada dua bidang:

Pertama: Bidang dunia (hal yang biasa diperlukan dan bermanfaat dalam hidup di dunia ini) seperti alat-alat transportasi, alat-alat komunikasi modern dst. Maka ini hukum asalnya adalah mubah (tidak termasuk dalam istilah bid’ah).

Diantara dasarnya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam riwayat Hammad ibn Salamah dari Hadits Anas Radhiallahu ‘Anhu yang dikeluarkan oleh Imam Muslim:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ‏

“Kalian lebih mengerti tentang urusan dunia kalian.”

Juga riwayat Abu Kamil al-Jahdari dari hadits Thalhah dikeluarkan oleh al- Bazzar dengan lafazh:

أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِمَا يُصْلِحُكُمْ فِي دُنْيَاكُمْ

“Kalian lebih mengerti tentang apa yang memperbaiki dalam urusan dunia kalian.”

Oleh karena itu tidak tepat ucapan orang yang mengatakan bahwa “kalau Anda mengatakan semua bid’ah itu sesat maka jangan pakai motor, komputer, HP, kereta api, kaca mata dan lain-lain karena itu adalah bid’ah. Jika Anda memakainya itu berarti Anda mengakui bahwa tidak semua bid’ah itu jelek.”

Juga tidak tepat ucapan di sebagian situs pembela bid’ah yang menolak (atau menakwil) hadits “kullu bid’atin dhalalah” dengan mengatakan:

“Terus terang, Muka Anda juga bid’ah, karena tidak ada di zaman Nabi Saw. Saya ucapkan selamat menjadi orang sesat. Sebab Nabi Saw. tidak pernah memakai resleting, kemeja, motor, atau mobil seperti Anda. Semua itu bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat!”

Ucapan senada begitu sering kita dengar dari seorang guru atau alim ketika menerangkan tentang bid’ah. Sungguh naïf! Itu bukan bid’ah yang tercela, tetapi jika ada yang ngeyel menyatakan itu bid’ah, maka yang dimaksud adalah bid’ah secara bahasa! Sekali lagi secara bahasa! Bukan bid’ah dalam istilah, yang dihukumi oleh baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “setiap yang bid’ah itu adalah sesat!” Kalau kita pahami hal ini secara benar, niscaya tidak akan keluar dari lisan kita ucapan dan pernyataan yang menggelikan seputar bid’ah!!



Kedua: Bidang diin (agama, yang menjadi tugas dan urusan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam). Maka membuat perkara baru dalam hal ini hukumnya haram.

Dasarnya antara lain, sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamdari Ummul Mukminin Radhiallahu ‘Anha, yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:

« مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ »

وَفِي لَفْظٍ (( مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ))

“Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini apa yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak’.”

Dan dalam riwayat lain milik Muslim, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada dasar agama kami atasnya maka ia tertolak.”

Ibn Rajab al-Hanbali dalam Jami’ul Ulum wal-Hikam mengatakan: sebagian lafazhnya adalah:

مَنْ أَحْدَثَ فِي دِينِنَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan hal baru dalam agama kami ini apa yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak’.”



Itulah redaksi yang dikeluarkan oleh Imam Abu Ja’far Muhammad ibn Sulaiman ibn Habib al-Asadi al-Misshishi al-Baghdadi yang dikenal dengan Luwain (w. 245 H) dalam kitabnya yang dikenal dengan Juz` min Hadits Luwain al-Misshishi no. 69, yang kemudian disebutkan oleh Imam al-Baghawi dalam Syarah al-Sunnah dan Imam Nawawi dalam al-Majmu’ (3 tempat), Syaikh ‘Adhuddin al-Iyji dalam al-Mawaqif, Syaikh Abdul Muhsin al-Badr dalam al-Hats ‘Ala Ittiba’ as-sunnah wat-Tahdzir minal Bida’ wa Bayan Khathariha, Syaikh Abdullah ibn Abdul Aziz at-Tuwaijiri dalam Tesisnya al-Bida’ al-Hawliyyah.



Bid’ah dalam agama ini ada 2 (bisa juga dibagi berdasarkan sudut pandang lain):

Bid’ah qawliyyah I’tiqadiyyah: seperti makalah-makalah (ucapan-ucapan) kelompok Jahmiyyah, Murji’ah, Mu’tazilah, Khawarij, Rafidhah (Syi’ah), Shufiyyah Ghulat (ekstrim), Quburiyyah, Musyabbihah, Mujassimah, Mu’atthilah, ‘Aqlaniyyah, Bathiniyyah, JIL dan firqah-firqah sesat lainnya, beserta keyakinan mereka. Bid’ah keyakinan hari-hari naas, termasuk bid’ah tidak mau menjenguk orang sakit di hari Sabtu karena keyakinan hari naas.
Bid’ah ibadah: seperti bertaqarrub (mendekat) kepada Allah dengan ibadah yang tidak pernah disyari’atkan. Hal ini ada banyak bentuk:
Bid’ah pada asal ibadah itu sendiri, seperti:
Membuat shalat baru yang tidak disyariatkan, seperti shalat Raghaib di Jum’at pertama bulan Rajab, Shalat Alfiyyah malam Nishfu Sya’ban, shalat Kifayah, shalat Asyura`, shalat Syukur atas kematian Aisyah yang diajarkan Yasir Habib ar-rafidhi az-Zindiq al-la’iin, Shalat al-Khamis setelah shalat Jum’at di akhir Ramadhan dengan keyakinan bahwa itu bisa menebus semua shalat selama setahun lalu atau selama seumur yang ditinggalkan.
Membuat puasa baru yang tidak disyariatkan seperti puasa mutih, puasa pati geni, puasa ngebleng, puasa awal tahun dan akhir tahun dlsb.
Membuat hari raya baru yang tidak disyariatkan seperti menyalakan api unggun atau lilin setiap malam nishfu sya’ban, memakai pacar, celak dan membuat makanan khusus di hari Asyura`, merayakan hari raya maulid Nabi Isa ‘Alaihi Sallam, dll).
Bertaqarrub dengan sujud saja selain sujud shalat, sujud syukur, sujud tilawah, dan sujud sahwi. Begitu pula taqarrub dengan ruku’ saja.
Mencium kuburan, mengetuk-ngetuk bagungan kuburan, atau mengusap-usap batu nisan atau pagar kuburan, atau sujud pada kuburan, saat ziarah kubur para wali.
Bid’ah tambahan dalam ibadah, seperti menambah satu rakaat pada shalat fardhu, tambahan syahadat (asyhadu anna ‘aliyyan waliyyullah/hujjatullah) dalam adzan orang syiah, Tatswib (ucapan as-Shalatu Khairun minannaum) pada adzan selain subuh, menambah shalawat dalam shalat dengan ucapan: warham muhammadan wa ali Muhahammad kama rahimta ‘ala ibrahim, menambah basuhan keempat dalam wudhu` secara sengaja, dan mengusap leher dalam wudhu’.
Bid’ah dalam sifat ibadah yang disyariatkan, seperti dzikir syar’i secara berjamaah dan dengan lagu, membebani diri dalam ibadah hingga keluar dari batasan sunnah, Berdzikir (misalnya tahlil atau istighfar) dengan keras dan jama’i saat mengiringi jenazah, membaca al-Quran dengan lagu sampai menyalahi tajwid dan mengaburkan makna.Imam Mengucapkan ta’awwudz dalam shalat dengan keras.
Bid’ah dengan mengkhususkan waktu ibadah yang tidak dikhususkan oleh Syara’ seperti mengkhususkan nishfu sya’ban dengan puasa dan qiyamullail, meskipun puasa dan qiyamullail itu hukum asalnya disyariatkan, akan tetapi pengkhususannya pada malam itu perlu dalil.



Dengan demikian bid’ah tercela itu adalah: (1) hal baru (2) dalam agama (aqidah maupun ibadah) (3) yang menyalahi sunnah; sunnah Nabi dan Sunnah sahabat.

Keenam : soal pertama dari saudaraku yang “bau kencur” (andaikan saja saya tahu namanya sehingga saya bisa memanggil dan mendoakannya): “Bagaimana dengan redaksi shalawat yang disusun oleh Sayyidina Ali, Ibnu Mas’ud, Imam al-Syafi’i dan lain-lain, yang jelas-jelas tidak ada contohnya dalam hadits Rasulullah saw. Beranikah Anda mengatakan bahwa dengan sholawat yang mereka susun, berarti Sayyidina Ali, Ibnu Mas’ud, Imam al-Syafi’i itu termasuk ahli bid’ah?

Jawab:

Yang saya katakan adalah “seperti membaca sholawat yang disusun oleh kalangan ulama shufi.” Sementara ibnu Mas’ud, Imam Syafi’i bukan ulama sufi, tetapi ulama ahlussunnah, jadi masalahnya jelas berbeda.
Shalawat sufi banyak yang bermasalah dari sisi kandungan dan keyakinan tentangnya, seperti shalawat Wahidiyyah, dan shalawat Tijaniyyah, shalawat Mirghaniyyah Khatmiyyah. Juga shalawat-shalawat yang lain seperti yang ada dalam kitab Al-Wasîlatu `l-Hariyyah Fî `s-Shalawâti ‘Âlâ Khairi `l-Bariyyah tulisan Syaîkh Ahmad Qusyairi ibn Shiddîq (Pasuruan Jatim, wafat 22 Syawal 1392 H) yang berisikan 80 Shalawat.
Pada shalawat nomor 5 ia berkata: “Ini Shalawat Imâm Al-Ghazali dan Al-Ghauts Al-Jilanî. An-Nabhani menukil dari As-Sya’rani dari As-Syauni melalui mimpi bahwa membaca shalawat ini sekali sama dengan 10 ribu (shalawat biasa).
Pada shalawat nomor 18 dia berkomentar: Syaîkh Al-Dirabiy dan lainnya menyebutkan bahwa Syaîkh ‘Abdu `l-Qâdir Al-Jilanî mendapatkannya tertulis pada batu dan bahwasanya ia sama dengan 50 ribu shalawat, dan dia bermimpi bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya bahwa shalawat itu sama dengan 70 ribu shalawat.
Pada shalawat nomor 29 dia berkomentar: Dalam Kunuzu `l-Asrâr disebutkan, barangsiapa menyebutnya seribu kali (1000 x) maka Allâh melapangkan kesulitannya dan meluluskan hajatnya apapun hajat itu. Begitu pula orang yang menyebut nama Allâh As-Sarî’ (Yang Maha Cepat) seribu kali (1000 x) dengan mengatakan, “Yâ Sarî”.
Pada shalawat nomor 30 dia berkata: shalawat yang diajarkan langsung (musyafahatan) oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat) kepada Sayyid ‘Abdullâh Al-’Ilmi. Ini telah diuji coba (mujarab) untuk setiap hajat.
Pada shalawat nomor 39 dia berkomentar: Ini Shalawat Al-Fâtih milik Al-Ârif Al-Kabîr Sayyidi Muhammad Al-Bakri. As-Shawi dan lainnya mengutip dari pengarangnya bahwa barangsiapa bershalawat dengan shalawat ini sekali seumur hidup, maka tidak akan masuk neraka. Abû `l-’Abbâs At-Tîjânî telah berkata sebagaimana dalam Jawâhiru `l-Ma’ânî bahwa shalawat ini turun kepada Muhammad Al-Bakri dalam satu shahîfah (lembaran) dari Allâh. Sebagian berkata: membacanya sekali sama dengan 10.000 shalawat biasa. Ada yang mengatakan 600.000. Barangsiapa merutinkan selama 40 hari maka diampuni dari semua dosa. Membacanya seribu kali dalam malam Kamis atau Jum’at atau Senin maka akan berkumpul dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Pada shalawat ke 41 dia berkomentar: Shalawat milik Sayyidi Syaîkh Mushthafa Al-Bakri, dikutip dari Lauhu `l- mahfûzh. Membaca sekali sama dengan 70.000 Dalâ`il (Khairaat).
Pada shalawat nomor 70 yang di dalamnya terdapat kata-kata: “Ya Allâh bershalawatlah kepada sayyid kami Muhammad hingga tidak tersisa sedikitpun dari shalawat-Mu!!” Dia berkata; “Dibaca tiap hari, minimal 4 kali untuk menghilangkan kesusahan dan menolak balak. Bahkan ia mujarab (telah diuji coba) untuk segala sesuatu dengan izin Dzat Yang Maha Kuasa.
Pada shalawat nomor 72 dia berkata: Shalawat disebutkan oleh Syaîkh Muhammad Shâlih Ar-Rais dalam Fatwanya, dia menyebutkan sebuah hadîts dari Jabir Radhiallahu ‘Anhu bahwa barangsiapa membacanya pagi sore maka ia telah melelahkan 70 malaikat pencatat (pahala) selama seribu pagi (seribu hari), dan tidak tersisa sedikit pun dari hak Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan ia telah tunaikan, dan diampuni untuknya dan kedua orang tuanya dan dikumpulkan bersama keluarga Muhammad…”[1]
Selain itu shalawat bid’ah banyak didapati di kitab Dalail al-Khairat wa Syawariq al-Anwar Fi Dzikr al-Shalati ‘ala an-nabiyyil Mukhtar, karya syaikh sufi Abu Abdillah Muhammad ibn Sulaiman al-Jazuli as-Syamlani (w. 870 H). Jami’ al-Shalawat wa Majma’ as-Sa’adat fi as-shalat ‘ala Sayyidil Sadat, karya Syaikh Sufi yang kesohor Yusuf ibn Ismail al-Nabhani (w. 1350 H),

Subhanallah! Anda bisa bayangkan betapa pengaruh teori kasyaf dan mimpi ini begitu kuat menancap dalam hati banyak kaum muslimin sehingga banyak menimbulkan keyakinan-keyakinan baru yang tidak dikenal sebelumnya, dengan alasan bahwa ajaran atau keyakinan itu ia dapat langsung dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala atau langsung diajari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bisa kita bayangkan seandainya setiap orang mengaku diajari langsung oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atau mendapat ilham tentang satu amalan. Sangat mungkin atas dasar teori ini pula, begitu banyak sekte dan ajaran menyimpang di masa kita sekarang ini, yang mematikan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya.Nah, shalawat-shalawat inilah yang saya maksudkan bukan shalawat ibnu Mas’ud, dan Imam Syafi’i, dll.
Shalawat itu ibadah yang bersifat doa, boleh dengan redaksi sendiri untuk hajatnya, asal memenuhi dua syarat, yakni ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam.Ikhlas dalam bershalawat berarti :
Hanya mengharapkan ridha Allah Ta’ala dan pahala dari-Nya.
Teks shalawat yang dibaca tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan prinsip ikhlas maupun syariat. Atau dengan kata lain, tidak bermuatan syirik dan kekufuran, semisal istighatsah kepada selain Allah Ta’ala, menisbatkan sesuatu yang merupakan hak khusus Allah kepada selain-Nya dan yang semisal. Aturan kedua ini tentunya diterapkan pada teks-teks shalawat produk manusia yang tidak ma’shum, bukan berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lebih-lebih shalawat shufiyyah.

Meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bershalawat, maksudnya :
Mencontoh shalawat yang diajarkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan inilah yang paling utama.
Bila menggunakan susunan shalawat dari selain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disyaratkan tidak mengandung unsur kesyirikan maupun ghuluw (sanjungan yang berlebihan) kepada beliau.
Bershalawat pada momen-momen yang beliau syariatkan, dan dengan bilangan yang sudah beliau tentukan. [5]
Memperbanyak membaca shalawat semampunya, dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala dalam QS.al-Ahzab/33:56 dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut di atas.
Shalawat yang digubah oleh sahabat Ibn Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu:

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ بَيَانٍ حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ عَنْ عَوْنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي فَاخِتَةَ عَنْ الْأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَإِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسِنُوا الصَّلَاةَ عَلَيْهِ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ قَالَ فَقَالُوا لَهُ فَعَلِّمْنَا، قَالَ: قُولُوا اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَاتَكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِينَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّينَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُولِ الرَّحْمَةِ اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا يَغْبِطُهُ بِهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Abdullah bin Mas’ud berkata: Apabila kamu semua bersolawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka baguskanlah shalawat kepadanya, karena kamu tidak tahu, mungkin saja shalawat kamu itu diberitahukan (disampaikan) kepada beliau. Lalu mereka bertanya: kalau begitu ajarkanlah kami (cara bersolawat yang bagus kepada beliau)! Lalu beliau (Abdullah bin Mas’ud) menjawab: katakan, Ya Allah jadikanlah segala solawat-Mu, rahmat-Mu, dan berkah-Mu, kepada Sayyid para rasul, pemimpin orang-orang yang bertakwa, penutup para nabi, yaitu Muhammad Hamba dan Rasul-MU, pemimpin kebaikan, dan pengarah kebaikan dan rasul yang membawa rahmat. Ya Allah anugerahilah beliau maqam terpuji yang akan diiri oleh orang-orang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian.

Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad, dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberikan shalwat pada Ibrahim, dan keluarga Ibrahum sesungguhnya Engkau maha terpuji dan Agung. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Agung.”

(HR. Ibn Majah no 906, dhaif. Didhaifkan oleh Al-Albani dalam takhrij kitab Fadhlusshalah ‘alan Nabi milik Ismail al-Qadli no. 61; oleh Husain Salim Asad dalam Musnad Abu Ya’la 9/175; Al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawaid dan al-Bushiri dalam Mishbah al-Zujajah mengatakan: “para perawinya tsiqat kecuali al-Mas’udi, diakhir usianya pikiranya berubah kacau, tidak membedakan haditsnya yang pertama dari yang akhir, maka layak ditinggalkan. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hibban.” Ia memiliki syahid (saksi) hadits lain riwayat dari Ibn Umar dalam Musnad Ahmad ibn Manii’, sehingga ada yang menghasankan)
Shalawat dan dzikir dari sahabat bisa diamalkan Anda masih ingat kaedah yang dibuat oleh Imam Syafi’i rahimahullah:

مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أو أثراً أَوْ إِجْمَاعًا فهذه بِدْعَةُ ضَّلالَةِ

“Apa saja yang baru yang menyalahi al-Qur’an atau Sunnah atau atsar atau Ijma’, maka ini adalah bid’ah dhalalah (tersesat).”

Oleh karena itu atsar dari sahabat termasuk sunnah, bukan bid’ah. Dalam hal ini ahlussunnah memiliki kaedah:

Syaikh Zakariya ibn Ghulam al-Bakistani dalam kitab Ahkam al-Adzkar halaman 16, kaedah ke 14, mengatakan:

“Dzikir yang terikat dengan waktu dan tempat yang datang dari sahabat bisa diamalkan. Dzikir-dzikir yang datang dari setelah mereka yaitu tabi’in dan atba’ tabi’in maka tidak diamalkan. Karena para ulama menyebutkan bahwa apa yang datang dari para sahabat dari hal yang tidak ada ruang bagi pendapat dan ijtihad di dalamnya maka hukumnya adalah marfu’. Dzikir adalah termasuk ibadah yang tidak ada ruang bagi pendapat, sehingga apa yang datang dari sahabat dari dzikir hukumnya dianggap marfu’ (termasuk ajaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dan menjadi hujjah. Adapun yang datang dari para tabi’in maka tidak dihukumi marfu’ tetapi ijtihad dari yang mengucapkannya dan tidak disyariatkan mengamalkannya, karena ia bukan hujjah.”
Shalawat Imam Syafi’iImam Syafi’I berijtihad. Menulis shalawat di mukaddimah kitabnya ar-Risalah, (1/16)

فصلى الله على نبينا كلما ذكره الذاكرون وغفل عن ذكره الغافلون وصلى عليه في الاولين والآخرين أفضل وأكثر وأزكى ما صلى على أحد من خلقه وزكانا وإياكم بالصلاة عليه أفضل ما زكى أحد من أمته بصلاته عليه والسلام عليه ورحمة الله وبركاته وجزاه الله عنا أفضل ما جزى مرسلا عن من أخرجت للناس دائنين بدينه الذي ارتضى واصطفى به ملائكته ومن أنعم عليه من خلقه فلم تمس بنا نعمة ظهرت ولا بطنت نلنا بها حظا في دين أو دفع بها عنا مكروه فيهما وفي واحد منهما إلا ومحمد صلى الله عليه سببها القائد إلى خيرها والهادي إلى رشدها الذائد عن الهلكة وموارد السوء في خلاف الرشد المنبه للاسباب التي تورد الهلكة القائم بالنصيحة في الارشاد والانذار فيها فصلى الله على محمد وعلى آل محمد كما صلى على إبراهيم وآل إبراهيم إنه حميد مجيد

Apa yang dilakukan oleh Imam syafi’i sah dalam agama Islam, tidak ada larangan sama sekali. Siapa pun dari kita boleh menulis di mukaddimah khutbah atau kitab tahmid dan shalawat dari rangkaian sendiri asal isinya tidak bertentangan dengan syara’.
Kaitan mujtahid dengan bid’ahOrang yang betul-betul mujtahid tidak akan melakukan atau mengatakan sesuatu yang bid’ah kecuali hanya faltah (ketergelinciran yang tidak disengaja), kita sebut demikian karena mujtahid tidak bermaksud mengikuti mutasyabihat untuk mencari fitnah dan mencari takwil kitab, artinya tidak mengikuti hawa nafsunya, dan tidak menjadikannya sebagai tumpuan. Buktinya, jika kebenaran tampak nyata baginya maka ia tunduk dan mengakuinya. Oleh karena itu seandainya shalawat yang ditulis oleh Imam Syafi’i itu –misalnya- termasuk bid’ah maka kita tetap tidak menyebut beliau sebagai ahli bid’ah, apalagi telah terbukti bahwa hal itu boleh-boleh saja dalam syariat ini. (Baca macam-macam orang yang dikaitkan dengan bid’ah dalam al-I’tisham).
Shalawat (atau syari’at secara umum) tidak diambil dari mimpiSepakat ahlussunnah bahwa mimpi bukan sumber syariat, dan bahwa mengambil syariat dari mimpi termasuk manhaj bid’ah, khususnya shufiyyah quburiyyah. Contoh, disebutkan bahwa Abul Mawahib al-Syadzili berkata: Saya bermimpi melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu beliau berkata kepada saya: jika kamu punya hajat dan kamu ingin memenuhinya maka bernadzarlah untuk Nafisah al-Thahirah[2], meskipun hanya satu fils, sesungguhnya hajatmu pasti terkabul.” (Thabaqat al-Sya’rani, 2/74)Coba perhatikan mimpi syaithani ini mengajak orang untuk berbuat syirik, merusak tauhid yang diperjuangkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama 23 tahun dalam masa kenabiannya.Kembali kepada masalah shalawat. Diceritakan dalam kitab Jala’ al-Afham page 230, dan al-Hafiz al-Sakhawi dalam kitabnya al-Qaul al-Badi’ page 254:

وقال عبد الله بن عبد الحكم: “رأيت الشافعي في النوم، فقلت. ما فعل الله بك؟ قال: رحمني وغفر لي وزفني إلى الجنة كما تزف العروس, ونثر علي كما ينثر على العروس، فقلت: بم بلغت هذه الحال؟ فقال لي قائل: يقول لك بما في كتاب الرسالة من الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم”. قلت: فكيف ذلك؟ قال: وصلى الله على محمد عدد ما ذكره الذاكرون، وعدد ما غفل عن ذكره الغافلون. قال: فلما أصبحت نظرت في الرسالة فوجدت الأمر كما رأيت: النبي صلى الله عليه وسلم”

Abdullah bin al-Hakam berkata: Aku bermimpi bertemu al-Imam al-Syafi’i setelah beliau meninggal. Aku bertanya: Apa yang Allah lakukan padamu? Beliau menjawab: Allah mengasihiku dan mengampuniku – sampai dengan- Lalu aku (Imam Syafi’i) bertanya kepada Allah: dengan apa aku memperoleh derajat ini? Lalu ada orang yang menjawab: dengan solawat yang kau tulis di dalam kitab al-Risalah:

صلى الله على محمد عدد ما ذكره الذاكرون وعدد ما غفل عن ذكره الغافلون .

Abdullah bin al-Hakam berkata: Pagi harinya aku tengok kitab al-Risalah, ternyata solawat di dalamnya sama dengan yang aku tenggok di dalam mimpiku.

Lafazh selawat Imam al-Syafi’i yang masyhur adalah seperti berikut;

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كلما ذكره الذاكرون وغفل عن ذكره الغافلون

Disebutkan lafazh ini diambil daripada kitab beliau al-Risalah. Namun lafazh selawat Imam al-Syafi’i yang asal yang terdapat di dalam kitab al-Risalah (hlm. 16) tersebut agak berbeda sedikit dengan tambahan yang agak panjang yaitu sebagaimana yang sudah kami sebut di atas.

Menurut mimpi tersebut, seolah-olah shalawat imam Syafi’i ini berfadhilah, namun demikian sepakat ahlussunnah bahwa yang terbaik adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Oleh karena itu seandainya ada orang nadzar untuk bershalawat maka cara memenuhinya adalah dengan membaca shalawat ibrahimiyyah ajaran nabi, bukan shalawat buatan imam asyafi’i, karena ialah shalawat yang paling afdhal sebagaimana yang ada dalam kitab Raudhah al-Thalibin wa ‘Umdatul Muftin 4/102, al-Majmu’ 3/464; Asnal Mathalib 22/18) [*]

ولكن الأمر الهام الذي يجب أن يعلم أن العلماء قد قرروا أنه لا يؤخذ أي حكم شرعي من رؤية النبي صلى الله عليه وسلم في المنامات لأن الشريعة الإسلامية قد تمت وكملت قبل وفاة سيدنا محمد صلى الله عليه وسلم قال الله تعالى {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا} سورة المائدة الآية 3.كما أن مصادر التشريع معلومة ومعروفة وقد بينها الأصوليون وهي الكتاب والسنة والإجماع والقياس والمصادر التبعية على خلاف بينهم فيها وليس منها الرؤى ولا المنامات ولا يحتج بالرؤى في باب الأحكام الشرعية إلا من ضعف عقله وزاغ عن طريق الحق والصواب .فليست الرؤى والمنامات من مصادر التشريع وهذا هو الحق والصواب وماذا بعد الحق إلا الضلال ؟ وأكثر ما يؤخذ من الرؤى أن تكون بشارة أو نذارة لا أن تكون مصدراً للتشريع

قال الإمام النووي عند كلامه على رؤى الرواة [ قال القاضي عياض رحمه الله: هذا ومثله استئناس واستظهار على ما تقرر من ضعف أبان لا أنه يقطع بأمر المنام ولا أنه تبطل بسببه سنة ثبتت ولا تثبت به سنة لم تثبت وهذا بإجماع العلماء , هذا كلام القاضي

وقال الإمام النووي أيضاً: [ لو كانت ليلة الثلاثين من شعبان, ولم ير الناس الهلال, فرأى إنسان النبي صلى الله عليه وسلم في المنام، فقال له: الليلة أول رمضان لم يصح الصوم بهذا المنام، لا لصاحب المنام ولا لغيره ] المجموع6/292

وقال الإمام النووي أيضاً عند كلامه على خصائص النبي صلى الله عليه وسلم :[ ومنه أن من رآه في المنام فقد رآه حقاً فإن الشيطان لا يتمثل في صورته ولكن لا يعمل بما يسمعه الرائي منه في المنام مما يتعلق بالأحكام إن خالف ما استقر في الشرع لعدم ضبط الرائي لا للشك في الرؤيا لأن الخبر لا يقبل إلا من ضابط مكلف والنائم بخلافه ] تهذيب الأسماء واللغات1/43

وقال الشاطبي:[ وأما الرؤيا التي يخبر فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم الرائي بالحكم فلا بد من النظر فيها أيضاً لأنه إذا أخبر بحكم موافق لشريعته فالحكم بما استقر وإن أخبر بمخالف فمحال لأنه صلى الله عليه وسلم لا ينسخ بعد موته شريعته المستقرة في حياته لأن الدين لا يتوقف استقراره بعد موته على حصول المرائي النومية لأن ذلك باطل بالإجماع فمن رأى شيئاً من ذلك فلا عمل عليه وعند ذلك نقول عن رؤياه غير صحيحة إذ لو رآه حقاً لم يخبر بما يخالف الشرع ] الاعتصام 1/321. وانظر أيضاً الموافقات للشاطبي1/114-115.

وقال شيخ الإسلام ابن تيمية[ الرؤيا المحضة التي لا دليل على صحتها لا يجوز أن يثبت بها شيء بالاتفاق ] مجموع الفتاوى 27/457

وقال ابن حزم الظاهري[ الشرائع لا تُؤْخَذ بالمنامات ] المحلى 6 / 507

.وقال الشوكاني:[ المسألة السابعة: في رؤيا النبي صلى الله عليه وسلم ذكر جماعة من أهل العلم منهم الأستاذ أبو إسحاق أن يكون حجة ويلزم العمل به وقيل حجة ولا يثبت به حكم شرعي وإن كانت رؤية النبي صلى الله عليه وسلم رؤية حق والشيطان لا يتمثل به لكن النائم ليس من أهل التحمل للرواية لعدم حفظه وقيل إنه يعمل به ما لم يخالف شرعاً ثابتاً ، ولا يخفاك أن الشرع الذي شرعه الله لنا على لسان نبينا صلى الله عليه وسلم قد كمله الله عز وجل وقال {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ }ولم يأتنا دليل يدل على أن رؤيته في النوم بعد موته صلى الله عليه وسلم إذ قال فيها بقول أو فعل فيها فعلاً يكون دليلاً وحجة بل قبضه الله إليه عند أن كمَّل لهذه الأمة ما شرعه لها على لسانه ولم يبق بعد ذلك حاجة للأمة في أمر دينها وقد انقطعت البعثة لتبليغ الشرائع وتبينها بالموت وإن كان رسولاً حياً وميتاً وبهذا تعلم أن لو قدَّرنا ضبط النائم لم يكن ما رآه من قوله صلى الله عليه وسلم أو فعله حجة عليه ولا على غيره من الأمة ] إرشاد الفحول إلى تحقيق الحق من علم الأصول ص249.

وقال الشيخ العلامة عبد العزيز بن باز :[ ، ولا يجوز أن يعتمد عليها في شيء يخالف ما علم من الشرع ، بل يجب عرض ما سمعه الرائي من النبي من أوامر أو نواهي أو خبر أو غير ذلك من الأمور التي يسمعها أو يراها الرائي للرسول صلى الله عليه وسلم على الكتاب والسنة الصحيحة ، فما وافقهما أو أحدهما قبل ، وما خالفهما أو أحدهما ترك؛ لأن الله سبحانه قد أكمل لهذه الأمة دينها وأتم عليها النعمة قبل وفاة النبي صلى الله عليه وسلم فلا يجوز أن يقبل من أحد من الناس ما يخالف ما علم من شرع الله ودينه سواء كان ذلك من طريق الرؤيا أو غيرها وهذا محل إجماع بين أهل العلم المعتد بهم ، أما من رآه عليه الصلاة والسلام على غير صورته فإن رؤياه تكون كاذبة كأن يراه أمرد لا لحية له ، أو يراه أسود اللون أو ما أشبه ذلك من الصفات المخالفة لصفته عليه الصلاة والسلام ، لأنه قال عليه الصلاة والسلام : " فإن الشيطان لا يتمثل في صورتي " فدل ذلك على أن الشيطان قد يتمثل في غير صورته عليه الصلاة والسلام ويدعي أنه الرسول صلى الله عليه وسلم من أجل إضلال الناس والتلبيس عليهم . ثم ليس كل من ادعى رؤيته صلى الله عليه وسلم يكون صادقا وإنما تقبل دعوى ذلك من الثقات المعروفين بالصدق والاستقامة على شريعة الله سبحانه ، وقد رآه في حياته صلى الله عليه وسلم أقوام كثيرون فلم يسلموا ولم ينتفعوا برؤيته كأبي جهل وأبي لهب وعبد الله بن أبي بن سلول رأس المنافقين وغيرهم ، فرؤيته في النوم عليه الصلاة والسلام من باب أولى ] ونقل صاحب تهذيب الفروق والقواعد السنية عن العلامة العطار قوله: ولا يلزم من صحة الرؤيا التعويل عليها في حكم شرعي لاحتمال الخطأ في التحمل وعدم ضبط الرائي ] تهذيب الفروق والقواعد السنية 4/270.

وقد وجدت كلاماً للإمام القرافي في مسألة قريبة من مسألة الطلاق الزوجة بناءً على الرؤية حيث قال:[فلو رآه عليه الصلاة والسلام فقال له : إن امرأتك طالق ثلاثاً , وهو يجزم بأنه لم يطلقها فهل تحرم عليه ; لأن رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يقول إلا حقاً وقع فيه البحث مع الفقهاء واضطربت آراؤهم في ذلك بالتحريم وعدمه لتعارض خبره عليه الصلاة والسلام عن تحريمها في النوم وإخباره في اليقظة في شريعته المعظمة أنها مباحة له ,

والذي يظهر لي أن إخباره عليه الصلاة والسلام في اليقظة مقدم على الخبر في النوم لتطرق الاحتمال للرائي بالغلط في ضبط المثال , فإذا عرضنا على أنفسنا احتمال طروء الطلاق مع الجهل به واحتمال طروء الغلط في المثال في النوم وجدنا الغلط في المثال أيسر وأرجح , ومن هو من الناس يضبط المثال على النحو المتقدم إلا أفراد قليلة من الحفاظ لصفته عليه الصلاة والسلام وأما ضبط عدم الطلاق فلا يختل إلا على النادر من الناس والعمل بالراجح متعين , وكذلك لو قال له عن حلال : إنه حرام , أو عن حرام إنه حلال , أو عن حكم من أحكام الشريعة قدمنا ما ثبت في اليقظة على ما رأى في النوم لما ذكرناه كما لو تعارض خبران من أخبار اليقظة صحيحان فإنا نقدم الأرجح بالسند أو باللفظ أو بفصاحته أو قلة الاحتمال في المجاز أو غيره فكذلك خبر اليقظة وخبر النوم يخرجان على هذه القاعدة ] الفروق 4/245-246.

وأخيراً أذكر ما قاله الشاطبي:[ وعلى الجملة فلا يستدل بالرؤيا في الأحكام إلا ضعيف المنّة نعم يأتي المرئي تأنيساً وبشارة ونذارة خاصة بحيث لا يقطعون بمقتضاها حكماً ولا يبنون عليها أصلاً وهو الاعتدال في أخذها حسبما فهم من الشرع فيها ] الاعتصام 1/322.

وبعد هذه النقول عن فحول أهل العلم أقول لا شك أنه لا يصح في دين الإسلام الاعتماد على الرؤى والأحلام في إثبات الأحكام ولا يجوز للمرء أن يطلق زوجته بناءً على تلك المنامات .

Bersambung ke bag-3

*****

[1] Ahmad Qusyairi ibn Shiddîq Al-Bâsuruani (1392), Al-Wasîlatu `l-Hariyyah Fi `s-Shalawâti ‘Alâ Khairi `l-Bariyyah, diterbitkan oleh ‘Umar ibn Ahmad Qusyairi ibn Shiddîq, tt

[2] Nafisah bint Zaid ibn Hasan ibn Ali bin Abi Thalib, makamnya di Mesir diagungkan.


Sumber: http://qiblati.com/dialog-ulama-wahhabi-vs-anak-bau-kencur-bag-2.html

Dialog Ulama Wahhabi VS Anak Bau Kencur?!! (bag. 1)

Apr 20, 2011 by Qiblati 7 Comments Posted under: Artikel Tsaqafah, Informasi






oleh : Abu Hamzah


Bismillahirrahmanirrahim.

Selesai saya mengisi kajian di Mojokerto, Ahad, 23 R. awal 1432 H/ 27 Februari 2011 M, tiba-tiba ada peserta yang maju menyodorkan selembar kertas. Setelah saya baca judulnya, sayapun tersenyum. Saya katakan: “Ya, kebetulan tadi malam saya sudah tahu saat melihat di internet.” Terus dia meminta kepada saya untuk memberikan tanggapan terhadap pemberitaan yang dianggapnya janggal dan lucu tersebut. Saya pun menyanggupinya.

Maka saya katakan:

الحمد لله رب العلمين، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن سيدنا مجمدا عبده ورسوله، اللهم صل على نبينا محمد وعلى آله وأزواجه وذرياته وصحايته ومن تبع سنته بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد:

Saya bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas hidayah Islam dan sunnah ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, keluarganya, dan para sahabatnya serta pengikut sunnahnya hingga akhir zaman:

Berita yang di internet dan yang disodorkan oleh jama’ah di Mojokerto itu lengkapnya sebagai berikut:

[DIALOG ULAMA WAHHABI VS ANAK BAU KENCUR

Pada bulan Desember 2009, organisasi al-Irsyad Jember mengadakan pelatihan akidah Syi’ah selama lima hari. Di antara pembicaranya adalah seorang tokoh Wahhabi dari Malang, Agus Hasan Bashori Lc, M.Ag, yang dikenal dengan Ustadz Abu Hamzah. Ia dikenal dengan Ustadz Salafi yang memiliki jam terbang tinggi. Beberapa perguruan tinggi salafi, membanggakan Abu Hamzah karena menjadi salah satu dosen tamu istimewanya.

Ternyata dalam pelatihan yang semula difokuskan pada persoalan ajaran Syi’ah, Abu Hamzah juga memberikan materi tentang bid’ah, dengan mengkaji kitab Ushul al-Bida’, karangan Ali Hasan al-Halabi, ulama Wahhabi dari Yordania yang murid Syaikh Nashir al-Albani.

Dalam materi yang disampaikannya, Abu Hamzah berkata begini, “Bid’ah dalam beribadah adalah membuat cara-cara baru dalam ibadah yang belum pernah diajarkan pada masa Rasulullah saw, seperti membaca sholawat yang disusun oleh kalangan ulama shufi, berdoa dengan doa-doa yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw dan sahabat dan berdzikir secara keras dan bersama-sama sehabis shalat berjamaah.”

Mendengar pernyataan ini, seorang peserta yang masih belum selesai S1 di STAIN Jember bertanya kepada Abu Hamzah, “Kalau bapak mendefinisikan bid’ah seperti itu, kami punya tiga pertanyaan berkaitan dengan konsep bid’ah yang Anda sampaikan.

Pertama, bagaimana dengan redaksi shalawat yang disusun oleh Sayyidina Ali, Ibnu Mas’ud, Imam al-Syafi’i dan lain-lain, yang jelas-jelas tidak ada contohnya dalam hadits Rasulullah saw. Beranikah Anda mengatakan bahwa dengan sholawat yang mereka susun, berarti Sayyidina Ali, Ibnu Mas’ud, Imam al-Syafi’i itu termasuk ahli bid’ah?

Kedua, kalau Anda menganggap doa-doa yang disusun oleh para ulama termasuk bid’ah, bagaimana Anda menanggapi doa yang disusun oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang dibaca oleh beliau selama 40 tahun dalam sujud ketika shalat.

Beliau membaca doa berikut:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ

“Ya Allah, ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i“.
Doa ini dibaca oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam setiap sujud dalam shalatnya selama empat puluh tahun. Pertanyaan kami, beranikah Anda menganggap Imam Ahmad bin Hanbal termasuk ahli bid’ah yang akan masuk neraka?

Ketiga, kalau Anda menganggap berdzikir secara berjama’ah itu bid’ah, bagaimana Anda menanggapi Ibnu Taimiyah yang melakukan dzikir jama’ah setiap habis sholat shubuh, lalu dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah sampai Matahari naik ke atas, dan ia selalu menatapkan matanya ke langit. Padahal apa yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah ini tidak ada contohnya dari Rasulullah saw. Pertanyaan kami, beranikah Anda menganggap Ibnu Taimiyah termasuk ahli bid’ah dan ahli neraka?”

Mendengar pertanyaan ini, akhirnya Abu Hamzah diam seribu bahasa, tidak bisa menjawab. Dan akhirnya dia membicarakan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan. Dan begitulah, Ustadz Abu Hamzah yang pernah berguru kepada banyak Syaikh Wahhabi di Saudi Arabia itu, dikalahkan oleh seorang anak bau kencur yang belum selesai meraih gelar S1 di STAIN Jember.
Wallahu a’lam.]

Demikian berita tersebut secara lengkapnya.

*****

TANGGAPAN:

Pertama: saya berterimakasih kepada saudara saya yang disebut dengan istilah “anak bau kencur” dalam makalah tadi, atas pemberitaannya sehingga mengangkat nama saya sekaligus mengangkat dakwah sunnah yang saya bawa. Semoga Allah membalasnya dengan baik. Juga saya berharap agar saudara saya tadi benar-benar bertawadhu’ karena Allah supaya menjadi amal shalih yang besar manfaatnya. Sebab saya tidak tahu yang menyebutnya “anak bau kencur” itu dirinya sendiri atau orang lain? Wallahu a’lam.

Kedua: Saya berharap saudara saya itu mau memberitakan secara utuh biar lepas dari amanah. Sebab kalimat: “Dan akhirnya dia membicarakan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan. Dan begitulah, Ustadz Abu Hamzah ….. itu, dikalahkan oleh seorang anak bau kencur” ini mengundang pertanyaan penting:

“Apa saja hal-hal yang dibicarakan Abu Hamzah, yang dianggap oleh anak bau kencur ini tidak ada kaitannya dengan pertanyaan?” Siapa tahu hal-hal itu justru memang jawabannya, tetapi tidak difahami oleh anak bau kencur ini? Ataukah “hal-hal/ jawaban itu” tidak didengar atau tidak diingatnya?”

Kalau kita cermati, berita ini hanya berisi sedikit latar belakang yang membuat dia bertanya, kemudian pertanyaan dan persepsi penanya, tidak ada berita tentang jawaban Abu Hamzah. Dia hanya menggiring orang lain dengan opininya: “dia membicarakan hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan.”

Terus, kelemahan berita tadi adalah adanya pemberitaan sifat yang tidak seimbang, (alias Jomplang), yaitu antara dua berita yang ditonjolkan tentang Abu Hamzah.

Pertama “Ia dikenal dengan Ustadz Salafi yang memiliki jam terbang tinggi. Beberapa perguruan tinggi salafi, membanggakan Abu Hamzah karena menjadi salah satu dosen tamu istimewanya”.
Kedua: “Mendengar pertanyaan ini, akhirnya Abu Hamzah diam seribu bahasa, tidak bisa menjawab.”Menurut saya, orang yang berakal pasti bertanya-tanya: masak sih, orang yang jam terbangnya tinggi terus berstatus sebagai pemberi materi diam seribu bahasa begitu saja?!! Apalagi di sebagian situs ditulis “Senior Salafy wahabi VS Mahasiswa” atau “DIALOG ULAMA WAHHABI VS ANAK BAU KENCUR “. Kemudian setelah diam seribu bahasa disebutkan -yang secara kasarnya- bahwa “ia ngomong ngalur ngidul yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan?!! Ini bagi orang yang tidak mengenal Abu Hamzah tetapi mau berfikir. Adapun bagi yang mengenalnya maka jelas tidak akan percaya. Maka berita seperti ini tidak efektif bagi orang yang tahu atau yang berfikir. Seperti sengaja dipilih kata-kata itu untuk mengesankan “wahhabi itu bodoh, ulamanya saja bodoh apalagi pengikutnya, maka jangan dekat-dekat dengan mereka biar tidak jadi bodoh”. Kira-kira begitu…!
Ketiga: Dia menyebut Abu Hamzah sebagai wahhabi.Pertanyaannya: Gelar wahhabi yang disematkan pada Abu Hamzah itu pujian atau celaan? Jika pujian maka tidak mungkin, sebab saudara saya yang katanya bau kencur ini tidak sedang memujinya, melainkan ingin menjatuhkannya, dan menunjukkan bahwa ia berhasil mengalahkannya. Baik, kalau begitu kata wahhabi digunakan untuk mencela? Ya. Di antara buktinya mereka mengatakan:
Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Mekah pada masanya di sekitar masa akhir kesultanan Utsmaniyyah, dalam kitab Târikh yang beliau tulis menyebutkan sebagai berikut:“Pasal; Fitnah kaum Wahhabiyyah. Dia -Muhammad ibn Abdil Wahhab- pada permulaannya adalah seorang penunut ilmu di wilayah Madinah. Ayahnya adalah salah seorang ahli ilmu, demikian pula saudaranya; Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab. Ayahnya, yaitu Syekh Abdul Wahhab dan saudaranya Syekh Sulaiman, serta banyak dari guru-gurunya mempunyai firasat bahwa Muhammad ibn Abdil Wahhab ini akan membawa kesesatan. Hal ini karena mereka melihat dari banyak perkataan dan prilaku serta penyelewengan-penyelewengan Muhammad ibn Abdil Wahhab itu sendiri dalam banyak permasalahan agama. Mereka semua mengingatkan banyak orang untuk mewaspadai dan menghindarinya. Di kemudian hari ternyata Allah menentukan apa yang telah menjadi firasat mereka pada diri Muhammad ibn Abdil Wahhab. Ia telah banyak membawa ajaran sesat hingga menyesatkan orang-orang yang bodoh.”
Mereka (para komentator) di www.aswaja-nu.com menulis komentar seperti ini:
Anjing-anjing wahabi muncul….dasar hati batu…dikasih fakta malah bantah !!
wahabi emang anjingnya Inggris.
Selain itu, ada juga yang menulis “jauhi fitnah faham wahabi”, “Wahabi adalah Yahudi khawarij”.
Ada pula yang menulis sebuah artikel sekitar sepuluh halaman berjudul ”Membongkar Kedok Wahabi, Satu Dari Dua Tanduk Setan”. Dan lain-lain.

Dengan demikian istilah wahhabi dimaknai “pengikut Muhammad ibn Abdul wahhab yang sesat”, atau “orang bodoh sesat karena mengikuti faham orang sesat”.
Jika demikian maka saya berhak bertanya kepada saudaraku yang berjuluk “bau kencur” ini, juga yang lainnya dari orang yang menggunakan istilah wahhabi untuk menyebut orang yang menyalahi tradisinya –meski tradisi itu menyalahi agama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
Bukankah kata wahhabi itu nisbat kepada Al-Wahhab (Allah Yang Maha memberi, menganugerahi? seperti rahmani nisbat kepada Al-Rahman, Rabbani nisbat kepada al-Rabb, ilahi nisbat kepada al-Ilah? Bolehkah kata rahmani, rabbani, ilahi dan wahhabi untuk gelar cacian dan celaan, atau untuk menjadi julukan bagi kelompok sesat? Kalau tidak boleh, kenapa diteruskan, diwariskan dan dilestarikan?!
Kalau madzhab yang dinisbatkan kepada nama para imam saja (seperti madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab Syafi’i dll) mendapatkan tempat dan terpuji, lalu madzhab yang dinisbatkan kepada Al-Wahhab (wahhabi) atau nisbat kepada Nabi Muhammad (muhammadi) ditolak dan dicela? Jika nama imam digunakan untuk makna positif, lalu kenapa nama Allah atau Muhammad digunakan untuk makna negatif? Apakah kita umat Islam ridha terhadap istilah yang rancu ini?
Jika Anda inshaf (adil), lebih bagus mana nisbat kepada Allah: ilahi, rahmani, rabbani, wahhabi ataukah nisbat kepada kain wol (shuf), yaitu shufi?
Jika yang Anda anggap sesat itu Muhammad Putra Syaikh Abdul Wahhab, lalu kenapa Allah (al-Wahhab) yang dicela? Bukankah seharusnya kelompoknya disebut muhammadi atau muhammadiyyah? Kenapa itu tidak dilakukan?
Jika yang salah itu anaknya yang bernama Muhammad, lalu kenapa hujatan itu menggunakan nama bapaknya yang bernama Abdul Wahhab? Sementara bapaknya tidak ikut-ikutan, bahkan menurut Syaikh Ahmad Zaini Dahlan tadi ayahnya itu adalah seorang ahli ilmu yang juga memvonis sesat putranya? Kenapa justru nama bapaknya dijadikan simbol kesesatan itu?!
Jadi, istilah wahhabi kalau digunakan untuk menghujat syaikh Muhammad maka larinya justru kepada Allah dan kepada ayahnya, sementara beliau selamat dari celaan itu. Maka apakah kalian mencela Allah al-Wahhab atau ayah syaikh Muhammad yang bernama Abdul Wahhab?
Kalau kenyataannya rancu seperti ini, lalu siapa yang pertama kali membuat istilah celaan itu? Apakah ahli ilmu ahlussunnah? Ataukah musuh sunnah? Ataukah orang jahil? Wallahu a’lam.
Maksud saya kalau mau mencela ajaran Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab jangan menggunakan wahhabi, tapi gunakanlah istilah lain, agar kita tidak mewarisi kebodohan.
Tetapi kalau kata wahhabi digunakan untuk makna positif, untuk menyebut pengikut sunnah Nabi Muhammad r yang memberantas bid’ah maka aku katakan seperti yang diucapkan Mulla Imran seorang penyair syi’ah yang sudah taubat kepada sunnah:
إِنْ كاَنَ تَابِعُ أَحْمَدَ مُتَوَهِّبًا****فَأَنَا الْمُقِرُّ بِأَنَّنِيْ وَهَّابِي “Jika pengikut Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam disebut wahhabi, maka aku akui bahwa aku adalah wahhabi.”

Ini seperti ucapan Imam Syafi’i rahimahullah yang seumur-umur tidak ada kaitannya dengan rafidhah majusiyyah kok dituduh rafidhi –oleh Khawarij, menurut Imam Baihaqi- maka beliau berkata:

“Jika rafdh (rifdh) itu adalah cinta keluarga Muhammad, maka silakan jin dan manusia bersaksi bahwa aku adalahh rafidhi.”[1]

Juga sama dengan ibn Taimiyyah yang dituduh nashibi (karena mencintai sahabat Nabi), beliau membantah mereka:
إن كان نصباً حب صحب محمدٍ * * * فاليشهد الثقلان أني ناصبي

“Jika nashb adalah cinta para sahabat Nabi Muhammad maka silakan disaksikan oleh jin dan manusia bahwa aku adalah nashibi.”[2]
Keempat : untuk meyakinkan orang awam kalau Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab (pelopor dakwah pembaharuan, pemurnian tauhid dan penghidupan sunnah) itu sesat, dan fahamnya yang mereka sebut secara salah “faham wahhabi” itu sesat, maka para musuh beliau itu tidak segan-segan membuat tuduhan yang kejam misalnya:- Syaikh Muhammad membenci Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan melarang orang mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Syaikh Muhammad membenci shalawat, melarang orang bershalawat.
Syaikh Muhammad mencela para wali, menghina dan merendahkan para wali serta tidak beriman dengan karamah wali.
Syaikh mencela para ulama yang terdahulu maupun yang sezaman dengannya, termasuk imam madzhab empat.
Syaikh mengkafirkan kaum muslimin di masanya.
Syaikh membuat agama baru.
Syaikh menghidupkan pikiran Khawarij
dan sebagainya.

Maka perlu bertanya kembali: Siapa yang membuat istilah wahhabi untuk beliau dan pengikutnya? siapa yang memusuhi beliau? Apa tujuan mereka? Saya serahkan kepada Anda semua.

Marilah kita mengingat ucapan Amirul Mukminin Ali Radhiallahu ‘Anhu yang sangat berharga:

الحق لا يعرف بالرجال اعرف الحق تعرف أهله:

“Kebenaran tidak diukur dengan orang, kenalilah kebenaran maka kamu akan tahu orangnya.”[3]

Lalu bagaimanakah jawaban kami selanjutnya terhadap berita Dialog Ulama Wahhabi vs anak bau kencur?

Tunggu lanjutannya. Hilangkan keraguan dan rasa penasaran. (Tapi mohon bersabar, karena menunggu jadwal) [*]
Baca Bagian 2 di http://qiblati.com/dialog-ulama-wahhabi-vs-anak-bau-kencur-bag-2.html

[1] Ibn Hajar al-Hatami, al-Shawa’iq al-Muhriqah ‘ala ahlirrafdhi wad-dhalalti waz-zandaqah, 2/388; Ibn Asakir, Tabyin kidzbil Mufatri, 1/363.



[2] Dar` Ta’arudh al-’Aql wan-Naql, 1/133; Ibnul Qayyim, Madarijussalikin, 1/88

[3] قال الشاطبي رحمه الله: “إذا ثبت أن الحق هو المعتبر دون الرجال فالحق أيضا لا يعرف دون وسائطهم، بل بهم يتوصل إليه وهم الأدلاء على طريقه” الإعتصام 548.
وقال شيخ الإسلام رحمه الله: “..فأئمة المسلمين الذين اتبعوهم وسائل وطرق وأدلة بين الناس وبين الرسول عليه الصلاة والسلام، يبلغونهم ما قاله ويفهمونهم مراده بحسب اجتهادهم واستطاعتهم” الفتاوى 20/224.
وانظر” إرشاد النقاد إلى تيسير الاجتهاد” للصنعاني رحمه الله 105 وكتاب “الروح” لابن القيم 357.

قال الغزالي رحمه الله: “فاعلم أن من عرف الحق بالرجال حار في متاهات الضلال، فاعرف الحق تعرف أهله إن كنت سالكا طريق الحق وإن قنعت بالتقليد والنظر إلى ما اشتهر من درجات الفضل بين الناس، فلا تغفل الصحابة وعلو منصبهم” الاحياء 1/29.
وقال ابن الجوزي رحمه الله: “اعلم أن المقلد على غير ثقة فيما قلد فيه وفي التقليد إبطال منفعة العقل لأنه إنما خلق للتأمل والتدبر، وقبيح بمن أعطي شمعة يستضيء بها أن يطفئها ويمشي في الظلمة!.
واعلم أن عموم أصحاب المذاهب يعظم في قلوبهم الشخص فيتبعون قوله من غير تدبر لما قال وهذا عين الضلال، لأن النظر ينبغي أن يكون إلى القول لا إلى القائل كما قال علي رضي الله عنه لحارث بن حوط وقد قال له: أتظن أن طلحة والزبير كانا على باطل؟
فقال له: يا حارث! إنه ملبوس عليك إن الحق لا يعرف بالرجال اعرف الحق تعرف أهله” اهـ تلبيس إبليس منتقاه 77 وانظر أقاويل الثقات 228, وصيد الخاطر36-37.
ولذلك يقال: من الأخطاء التي يراها المرء في حياة كثير منا في هذا المجال أن ترى اختيارنا للأقوال ليس مبنيا على الاستدلال، وإنما بمجرد أن القائل بهذا القول إمام كبير! أو لأن القائل بهذا القول أكثر علما ممن قال بسواه! أو هو قول الأكثرين! أو لأن المقبل عليه أكثر! أو لأنه المشهور! أو نحو ذلك مما يدل على أن السالك لهذا الدرب حاله كحال العوام الذين يعتبرون الصناعة بالصانع كما قال المناوي رحمه الله: “ودأبهم (أي العوام) أن يعتبروا الصناعة بالصانع خلاف قول علي رضي الله عنه الحق لا يعرف بالرجال اعرف الحق تعرف أهله” فيض القدير1/17.
فالحق -إذن- لا يوزن بالرجال وإنما يوزن الرجال بالحق بل كل قول يُحْتَجُّ له خلا قول النبي عليه الصلاة والسلام فإنه يحتج به




Sumber:http://qiblati.com/dialog-ulama-wahhabi-vs-anak-bau-kencur-bag-1.html

Senin, 16 Juli 2012

Li-ion Baterai


Hampir semua alat elektronik yang menggunakan tenaga listrik dari baterai menggunakan lithium-ion baterai karena kelebihan yang dimilikinya. Kelebihannya yang memiliki daya dan energi yang besar dibandingkan Ni-Cd dan Zinc-Mn baterai menjadikan baterai ini banyak diaplikasikan pada hampir semua jenis alat elektronik yang membutuhkan energi listrik. Sifatnya yang rechargeable juga merupakan salah satu kelebihan yang dapat digunakan untuk penyimpan energi listrik untuk pembangkit listrik tenaga angin dan solar cell.

Lithium-ion baterai pertama kali ditemukan oleh M.S. Whittingham pada tahun 1970 yang menggunakan titanium(II)sulfide sebagai katoda dan lithium metal sebagai anoda. Dengan penelitian yang intensif selama lebih dari 20 tahun, akhirnya pada tahun 1991 Sony memproduksi secara komersial lithium-ion baterai pertama kalinya. Sejak produksi komersial tahun 1991, produksi Lithium-ion baterai mengalami kenaikan yang sangat pesat karena telah membuat revolusi didunia elektronik. Kenaikan produksi lithium-ion baterai pada tahun 2007 mencapai 22.4% di Jepang. Saat ini negara Jepang merupakan produsen baterai terbesar yang dimiliki oleh Sony, Panasonic, dan Toshiba. Lithium-ion baterai juga merupakan pemimpin produk beterai yang menguasai 46% atau sekitar 4 milliar US dollar pangsa pasar pada tahun 2007.

Sejak diproduksi tahun 1991, lithium-ion baterai tidak mengalami perubahan signifikan pada sifat kerja baterai ini. Ada 3 elemen yang berperan dalam proses discharge dan recharge yaitu: elektroda positif yang mengandung LiCoO2, elektroda negatif yang terbuat dari karbon grafit (C6), dan separator yang terbuat dari lapisan tipis plastik yang dapat dilalui oleh ion-ion. Pada proses discharge atau saat kita memakai baterai, Li+ ion bergerak dari negatif ke positif melalui separator, sehingga elektron bergerak dengan arah yang sama. Aliran elektron inilah yang menghasilkan energi listrik.


Sifat logam lithium yang sangat reaktif membuat aliran ion lithium ini bereaksi spontan karena sifat logam lithium yang sangat oksidatif.

Kelebihan sifat logam lithium yang memberikan energi yang besar pada baterai disebabkan oleh daya oksidatif yang tinggi dan massa atom relatif yang kecil sehingga dengan berat yang lebih ringan, baterai ini dapat menghasilkan energi yang besar. Sebagai perbandingan, baterai Ni/Cd hanya memiliki energi sekitar 50 Watt.hour (Wh) dengan daya maksimum 1.2V sedangkan lithium-ion baterai memiliki sekitar 150 Wh dengan daya 3.7V untuk tiap 1 Kg-nya. Bahkan dari segi volume, tiap 1 dm3 lithium-ion baterai memiliki 500 Wh energi sedangkan Ni/Cd hanya sekitar 150 Wh. Dengan kelebihan ini, alat elektronik menjadi semakin ringan dan kecil.

Namun, sifat reaktif lithium ini juga merupakan kendala dari pembuatan lithium-ion baterai. Kendala utama yang mempersulit bahkan merugikan produsen baterai dan konsumen adalah faktor keamanan. Dalam pembuatan lithium-ion baterai, tahap akhir sebelum dipasarkan adalah awal pengisian baterai sekitar 40% dari kapasitas. Tahap awal charging baterai merupakan tahap yang sangat rentan kebakaran. Salah satu peristiwa yang terjadi adalah di Jepang pada tahun 2007 dimana pabrik baterai Panasonic terbakar saat tahap pengisian baterai. Pada tahun 2006 dan 2008, Sony menarik lebih dari 10 juta baterai untuk PC-nya karena adanya kendala keamanan. Di tahap konsumen juga kadang terjadi insiden akibat lithium-ion baterai. Pada Juni 2006 di Ohsaka, salah satu notebook peserta konferensi tiba-tiba terbakar yang mengakibatkan kebakaran. Hal ini ternyata disebabkan oleh kontaminasi bubuk logam pada baterai.

Dari penelitian yang telah banyak dilakukan oleh produsen baterai, penyebab terjadinya api pada baterai ion lithium adalah kontak lithium dengan logam lain, overcharge, dan pemanasan. Sedikit saja lithium ini kontak dengan serbuk logam akan menyebabkan api, sehingga jangan pernah menusuk baterai dengan paku atau benda lain. Pemakaian charger yang tidak sesuai dimana mengisi baterai dengan tegangan diatas yang seharusnya dalam jangka waktu lama dapat menyebakan kebakaran. Dan pemanasan diatas 60 derajat juga dapat membahayakan pengguna. Namun, saat ini baterai telah dilengkapi dengan termometer dan polimer separator yang dapat mencegah bahaya oleh temperatur tinggi.

Salah satu kendala yang lain dari lithium-ion baterai ini selain keamanan adalah sumber lithium itu sendiri. Saat ini lithium terbanyak dimiliki oleh negara Chili yang menyimpan cadangan lithium sekitar 3 juta ton atau sekitar 73.2% cadangan dunia. Sedangkan di negara-negara lain adalah sisanya atau sekitar 26.8% yang setengahnya dimiliki oleh China. Sehingga, negara-negara produsen lithium-ion baterai sangat tergantung dari kondisi politik negara Chili.

Dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh lithium-ion baterai, sampai saat ini baterai ini tetap menjanjikan untuk energi listrik yang bebas polusi. Dengan kombinasi sumber energi listrik dari tenaga matahari dan angin, masa depan lithium-ion baterai yang akan digunakan tiap rumah dan kendaraan sebagai penyimpan energi listrik sangat berperan untuk mengurangi penggunaan listrik yang bersumber dari bahan fosil.


Sumber:http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_material/li-ion-baterai-tantangan-masa-depan/

Salasilah Nabi dan Rosul

Jumat, 13 Juli 2012

Cara Usir Kecoa Secara Alami

Cara usir kecoa kalau dipikir rada ribet sahabat, Rasanya geregetan melihat serangga hitam kecoklatan yang biasa dikenal dengan kecoa, sliweran di area dapur. Kesannya kumuh jika di dapur cantik Anda bersarang serangga menjengkelkan tersebut.

Banyak ibu rumah tangga tidak lupa membeli racun serangga untuk mengusirnya, ada yang bentuk bubuk, spray dan juga bentuk kapur. Awalnya kecoa kabur saat racun disemprotkan atau ditaruh diarea biasa kecoa bersarang. Tapi pernahkah Anda membayangkan bahwa racun yang Anda pakai untuk membunuh kecoa juga bisa membunuh Anda.

Bahan kimia yang terkandung dalam racun pembasmi serangga bisa saja menggangu pernapasan Anda, atau tidak sengaja tersentuh oleh anak-anak yang akhirnya membahayakan untuk mereka.

Pakai yang alami-alami saja deh, untuk basmi kecoa menjengkelkan itu. Lemon dan mentimun dipercaya bisa jadi pembasmi alami bagi serangga mengelikan itu. Caranya mudah, Anda cukup memotong mentimun atau lemon menjadi beberapa irisan kecil, taruh pada wadah atau lembaran kertas yang nantinya bisa Anda taruh ditempat-tempat lembab biasa dijelajahi kecoa.

Entah zat apa yang bisa mengusir serangga yang gemar tempat kotor tersebut, yang pasti aroma khas dari mentimun dan lemon mampu mengusir kecoa dari dapur Anda. Silahkan Mencoba dan buktikan hasilnya.

Sumber http://anehdidunia.blogspot.com/2012/06/cara-usir-kecoa-secara-alami.html#ixzz20a77rp7m

Perilaku Wanita Yang Tidak Disukai Pria

Kendati pria tak bisa hidup tanpa wanita, namun kaum hawa ini kadang membuat pria ogah untuk berkomitmen dengannya. Sebabnya, wanita punya 10 prilaku yang dinilai sangat menjengkelkan di mata pria. Oya?

Wanita bisa jadi pusat perhatian bagi sang pria. Dari caranya melihat, aroma tubuhnya, dari caranya berjalan dan bicara, semua pria bisa tergila-gila pada ciptaan Tuhan yang begitu indah itu. Pria tak bisa hidup tanpanya.

Tampak luar, banyak wanita yang terlihat sangat sempurna. Namun wanita adalah makhluk yang rumit. Tak semudah itu pria bisa memahami wanita. Banyak sifat yang misterius terdapat dalam pikiran dan hati wanita. Namun ada perilaku wanita yang dinilai pria sangatlah menjengkelkan. Apa saja ya?

Mabuk

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiLYTvPOJOTRy26eHUhmcbJwgxK92eKkiCxs42sooQIwG-xpLU53ZLa_9qMe3UJYfpftPtWwcxpHuq4XydwWQHXsWXYMz5b0TFjbyHTNSGyv9h3atVNRaK55c60QOLA6gvhrz8vBpj0y4c/s400/Signs_You_drank_Too_Much_4.jpg

Pria tidak menganggap wanita yang mabuk itu seksi.

Membahas masalah kesehatan
Simpan cerita masalah menstruasi maupun kegemukan Anda karena membuat mereka tidak nyaman.

Mencap semua pria itu buruk
Mendengar komentar buruk tentang semua pria buruk yang ada dalam kehidupan Anda, hanya membuat telinganya sakit.

Terlalu berkuasa
Wanita memang dapat berpenghasilan lebih banyak dari pria. Tapi perilaku Anda di kantor yang cenderung bossy, sebaiknya harus dihindari saat berhadapan dengan seorang pria. Dia merasa tidak nyaman dan wanita yang menunjukkan “kuasa” tidak membuatnya tertarik.

Membicarakan mantan kekasih
Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Hindari membanding-bandingkan pasangan sekarang dengan sang mantan.

Lebih banyak berbicara tentang diri sendiri
Sadarkah Anda, wanita memang berbicara lebih banyak dari pria dan isi pembicaraannya sering mengenai dirinya sendiri. Wajar jika pembicaraan dilakukan bersama teman-teman wanita, tapi tidak dengan pria. Usahakan untuk membiarkan dia berbicara dan tunjukkan ketertarikan Anda pada percakapannya.

Terlalu banyak bertanya
Kencan tidak sama dengan wawancara kerja. Sebaiknya, jalin komunikasi dua arah.

Berpakaian tidak pantas

http://solocybercity.files.wordpress.com/2009/12/passed_out_girls_14-1.jpg?w=468&h=325

Seksi boleh, tapi hindari ketidakrapian. Dengan berbusana baik, pria akan memerhatikan Anda lebih serius.

Terlalu banyak make up
Kebanyakan pria lebih menyukai kecantikan “alami” dari yang tertutupi seperti topeng.

Materialistis

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhG4FIZlxCw9fwZUQ-0-YPjgCg6rlVsNwhXsXAGAcl8GFUZPVQedIQ7qUuwcDKL3QI0KRRycXH8TD1oY-dCKkY7BYkvGIOX8sYtwyGbxEGmfyhNjcPHwBrlm9skFA6_p3uWRXhQTaMFqIk/s1600/cewek+matre.jpg

Berkencan karena ingin memanfaatkan uangnya untuk berbelanja sepatu, hanya akan memberikan kesan buruk di matanya.

Jaim (Jaga Imej)
Banyak wanita yang sering bersikap sok alim ketika dekat dengan pria. Mereka mengaku tak pernah melanggar hukum dan bersikap 'nakal'. Seolah-olah mereka adalah makhluk yang innocent dan murni. Namun kenyataan ini tak selamanya berlaku. Wanita bisa saja melakukan kegilaan yang biasanya dilakukan oleh pria.

Mengkritik wanita lain
Hal ini hanya bisa dilakukan oleh wanita. Mengapa? Jika pria membicarakan wanita pasti sebatas, wanita itu cantik, gemuk atau mungkin saja terlalu kurus. Tapi jika wanita sudah membicarakan wanita lain urusannya takkan sesederhana itu.

Ia akan membahas mulai dari berat badannya, gaya pakaiannya, warna kulit bahkan tatanan rambutnya. Hanya wanitalah yang bisa dengan teliti membahas bahwa orang lain memakai sepatu yang tak cocok dengan busananya.

Cemburuan
Sebagai contoh, menyebutkan nama wanita lain di depan pasangan Anda tentunya akan menyebabkan perang dunia dimulai. Bayangkan apa yang terjadi selanjutnya jika Anda bersama seorang teman pergi ke klab malam tanpa memberitahunya.

Saat bertemu dengan pasangan yang dirasa cocok untuknya, wanita cenderung bersikap lebih sensitif. Apalagi jika pasangannya tipe pria yang setia. Jika ada seorang wanita masuk ke kehidupan sang pasangan, tensi wanita akan meningkat. Dan jika pria memberikan alasan yang mematahkan arguman sang wanita, ia malah akan bertambah paranoid. Bukankah hal ini sangat membingungkan?

Sangat bergantung pada pria
Beberapa wanita memerlukan penjagaan ketat. Mereka membutuhkan pasangannya untuk memeluk, menemani dan mengatakan betapa spesialnya dia. Mereka butuh pria untuk meminta dukungan moral, mental dan emosional.

Wanita selalu meminta pasangannya untuk ada setiap waktu dan kesempatan. Hal ini yang tak bisa selamanya dituruti oleh pria. Bagaimanapun, pria juga membutuhkan sedikit privasi untuk mengurus hal lain. salah satunya pekerjaan.

Berbicara dengan kode
Wanita kerap dinilai sangat rumit karena sering sekali berbicara dengan kode. Misalkan untuk mengajak pasangannya pergi nonton bioskop bersama, wanita jarang sekali langsung to the point meminta si pria untuk menemaninya. Biasanya ia hanya akan bicara "kayaknya filmnya bagus tuh". Hal ini yang sering tak dipahami oleh pria. Jika ini terus berlanjut, bisa jadi Anda dan pasangan tak pernah nyambung alias main tebak-tebakan kode terus.

Melanggar ruang pribadi
Wanita punya kecenderungan untuk selalu ingin tahu apa yang pria lakukan bahkan apa saja yang menjadi barang pribadinya. Dari mulai apa saja yang dilakukan si pria hingga isi catatan jurnal pribadinya. Hal ini kerap membuat pria uring-uringan. Walaupun mereka punya hubungan, setidaknya masing-masing boleh dong punya rahasia.

Wanita sangat emosional
Mereka menangisi hampir semua hal: film sedih bahkan film gembira, kuku yang patah atau potongan rambut yang berantakan. Yang terburuk, mereka kadang meminta pria untuk membereskan masalah emosional itu. Jika pria gagal, sang wanita malah akan tambah menangis tersedu-sedu. Waduh...

Belanja sampai puas
Jika sudah waktunya belanja, wanita bisa menghabiskan waktu seharian berkeliling pusat pertokoan. Jika sudah belanja wanita biasanya lupa segalanya. mulai dari makanan, minuman bahkan tanggung jawab dan janji yang mereka buat hari itu.

Tak berhenti bicara
Kebanyakan wanita suka sekali bicara, jika Anda memberinya kesempatan, ia tak akan berhenti bicara. Kadang pria merasa jengkel dengan sikap ini. Bukan karena mereka tak peduli dengan si wanita, namun tak semua hal perlu didengar bukan?

Seks jadi senjata ampuh
Saat dalam kondisi yang tak menguntungkan, wanita biasanya menggunakan kelemahan pria sebagai senjata, yaitu seks. Dalam suatu hubungan, wanita seringkali memegang kendali dalam hubungan seks. Ia bisa mengalahkan pria dengan seks kapan saja ia mau.

Dalam sudut pandang yang lain, prilaku menjengkelkan wanita yang telah dipaparkan di atas tak selamanya buruk. Seiring waktu, para pria akan beradaptasi dengan semua itu. yang harus diingat, di dunia ini tak ada yang sempurna, tinggal bagaimana Anda menyikapinya.

Sumber http://anehdidunia.blogspot.com/2012/04/perilaku-wanita-yang-tidak-disukai-pria.html#ixzz20Z6ut4QP

CD ke DVD ke HDDVD dan Blue Ray

AVCHD tidak bisa diputar langsung di player DVD. Player DVD hanya bisa memutar format DVD Video dan beberapa player yang umum telah menambahkan codec untuk memutar format moveis WMA, DivX dan MPEG4.

Perbedaan format movies terletak pada teknologi compresinya. Tiap perusahaan mengembangkan teknologi kompresi gambar yang diklaim lebih baik sehingga memunculkan berbagai macam format kompresi.

DVD yang awalnya disebut Digital Video Disc kemudian menjadi Digital Versatile Disc mengingat penggunaan bukan hanya untuk movies saja. Kepingan ini dikembangkan bersama oleh Sony, Toshiba, Phillips dan Time Warner. DVD dikembangkan untuk menyempurnakan VCD yang tidak sanggup memampatkan seluruh isi movie kedalam satu keping VCD.

Kapasitas lebih besar pada DVD memungkinan untuk memasukan bukan hanya format VCD (MPEG-1) tetapi kompresi MPEG-2 yang memiliki batas maksimal resolusi 720x480 (NTSC) dan 720x567 (PAL). Sedangkan resolusi VCD hanya 352x288 (PAL) dan 352x240 (NTSC).

Kompresi MPEG-2 tidak semata-mata di pindah begitu saja, tetapi dunia perfileman telah menetapkan suatu standart keamanan dari pembajakan dengan format DVD Video. (Tentu saja selama berisi data digital pada akhirnya dapat juga dibajak dan diextrak ke format MPEG-2 atau bahkan ke format kompresi lainnya).

HD DVD adalah peningkatan dari kwalitas DVD yang dikembangkan oleh Toshiba. HD adalah singkatan High-Density, sehingga kepingan HD DVD dapat menampung lebih banyak isi dibandingkan kepingan DVD biasa. Sehingga dapat menampung format kwalitas movies yang lebih tinggi, dimana kita semua tahu, semakin tinggi kwalitas gambar maka semakin besar filenya. HD DVD memungkinkan format MPEG-4 disimpan dalam satu keping HD DVD. Format MPEG-4 biasa dikenal juga dengan sebutan kompresi H.264 atau AVC. Selain itu HD DVD juga sanggup dijejeli film dalam format VC-1 yang dikembangkan Microsoft.

Sama seperti HD DVD, Blu Ray merupakan pengembangan dari DVD yang dikembangkan oleh Sony sebagai rival Toshiba sejak lama. Sebenarnya Blu Ray lebih tepat sebagai penerus dari DVR Blue yang sempat di pamerkan tetapi tidak diproduksi masal. Maksud dan tujuannya sama dengan pengembangan HD DVD, adalah meningkatkan kapasitas penyimpanan sehingga dapat menyimpan format kompresi video yang lebih baik. Blu Ray juga merupakan kepingan yang mampu menampilkan format kompresi movies dengan H.264/AVC atau VC-1 yang orang awam kenal sebagai kwalitas FULL HD (resolusi 1440 x 1080).

AVCHD, bukan sebutan untuk kepingan yang disamakan dengan DVD, HD DVD atau Blu Ray, tetapi merupakan peningkatan kwalitas MPEG-4/AVC kompresi yang dikembangkan oleh Sony dan Panasonic. AVCHD (Advanced Video Coding High Definition) belum banyak dipakai dan codec yang dapat membacanya juga belum ada banyak termasuk juga aplikasi pemutar film di komputer. Saat ini sudah mulai dipaksakan dipakai di camcoder keluaran terbaru, mengingat beberapa keunggulannya lebih dari format AVC (H.264).

Jika anda membeli camcoder dengan format AVCHD, anda akan mendapatkan codec AVCHD. Jika anda ingin dapat dinyalakan di player, anda harus pindah film anda ke kepingan DVD dan untuk itu harus mengubah formatnya menjadi MPEG-2 (DVD Video format) dengan resolusi lebih rendah. Jika anda mengcopy mentah file AVCHD ke kepingan DVD langsung, maka sudah jelas tidak dapat di jalankan di player anda, anda harus mengubah ke format H.264 (MPEG-4) atau DivX (tetap degnan kwalitas Full HD) baru player anda dapat mengenali. Tetapi kalau file AVCHD sekedar di nyalakan di komputer anda, tentu bisa dengan codec bawaan dari bundlenya.

Demikian sedikit informasi semoga bermanfaat.